Minggu, 22 Juli 2012

Arya Penangsang vs Joko Tingkir (1)


Kisah pertarungan antara Arya Penangsang dengan Joko Tingkir adalah sebuah cerita konspirasi politik perebutan tahta dan penuntasan dendam di Kasultanan Demak, yang berakhir dengan runtuhnya kejayaan Demak. Sepeninggal Arya Penangsang, riwayat kerajaan pesisir Jawa mulai bergeser ke pedalaman, di tangan tlatah Pajang.
1549
Damar baru saja dinyalakan. Pendarnya lindap merebak di sebuah ruangan sempit. Di remang itu, hanya jangkrik-jangkrik yang berani bersuara. Kumpulan jangkrik itu seakan berseru pada dua sosok yang tepekur dalam ruangan, untuk segera mengambil keputusan. Arya Penangsang duduk mencakung di hadapan gurunya, Sang Sunan Kudus. Sejak beberapa waktu lalu, mereka berdiam. Tapi Sunan Kudus tahu, di dada Arya Penangsang bergelora sebuah amarah yang sulit untuk diredam lagi. Amarah yang ditimbulkan oleh dendam atas kematian ayahnya, Raden Kikin, yang setelah kematiannya dikenal sebagai Pangeran Sekar Seda ing Lepen.
“Kanjeng guru, sudah kucoba menengkarapkan api dendam ini pada Prawoto. Tapi sungguh sobek hati ini melihat sepupuku itu duduk di dampar kencana Demak, tak terusik oleh lakunya yang menyebabkan ayah pralaya 20 tahun silam,” Arya Penangsang akhirnya bersuara.
Sang Sunan menghela napas. Paham sekali akan dendam yang menggelora dari dada murid kesayangannya. Ia tahu betul perbuatan Prawoto memang tak bisa dimaafkan. Membunuh pamannya sendiri, agar sang ayah, Sultan Trenggana mulus naik tahta menggantikan Pangeran Sabrang Lor, memegang tampuk tertinggi Kesultanan Demak.
Lebih dari 20 tahun Sultan Trenggana membawa Demak melangkah ke gemilang Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Menyingkirkan Arya Penangsang menjadi Bupati Jipang Panolan. Arya Penangsang masih diam dan bertekuk sembah pada pamannya. Mengolah wilayahnya sebagai bawahan Demak nan makmur dan kesohor seantero Nusantara. Tapi ketika Sultan Trenggana mangkat di Panarukan, dampar kencana menjadi milik Prawoto yang memiliki nama kecil Raden Mukmin, amarah itu kembali membesut dinding-dinding hatinya.
Malam ini, Arya Penangsang ingin mendapatkan pangestu dari gurunya. Sebuah sokongan yang sangat berarti atas penuntasan dendam lama yang tak kunjung mengabar langkahnya.
“Lakukankah apa yang menurut kata hatimu pantas dilakukan,” singkat Sang Guru mengucap kata.
Arya Penangsang menyembah Sang Guru. Hatinya yang pepat menjadi lowong. Ia tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia pun beringsut keluar. Meninggalkan Sang Guru yang segera meniup damar. Malam hitam pekat. Di luar sana burung bence bernyanyi. Menyanyikan lagu duka yang akan menyelimuti Demak. Sebentar lagi.
bersambung ke bagian dua (sedang digarap)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar