Kamis, 26 Juli 2012

FPI Tidak Membela Islam


FPI Tidak Membela Islam

BY AZIZNAWADI
There was no tradition of religious persecution in the Islamic empire
Tidak ada tradisi persekusi dalam sejarah Islam. (Karen Armstrong)
Baginda Rasul tidak pernah mengutus Saidina Mua’dz bin Jabal ke Yaman sebagai seorang persekutor, akan tetapi sebagai penebar kedamaian dan kesejahteraan. Sebagai pengenal tentang toleransi Islam dan tentang Rasul yang hanya terutus untuk mengasihi alam. Apabila kemungkaran telah merajalela, maka Islam pun tidak akan pernah kehilangan hikmahnya, ia agama yang penuh kebijaksanaan, ia mampu merubah kekejian dengan hati, lidah maupun lisan. Islam anti ekstrimisme, Islam tidak brutal, Islam tidak anarkis, Islam tidak teroris dan Islam tidak mengenal mereka yang bertakbir dengan suara keras sementara hati buta terhadap kebesaran Tuhan !!
Awalnya, penulis prihatin melihat realita yang menyesakkan nafas dunia, namun seiring dengan lahirnya pendekar-pendekar kesiangan, penulis justru menggelengkan kepala seraya mempertanyakan latar belakang kependekaran tersebut. Mengapa bumi yang kering dan haus akan kesegaran air langit malah dihujani darah-darah menyeramkan?! Bumi Tuhan yang mengemis kasih sayang malah disedekahi peluru dan bebatuan !! Bukan hanya musuh Islam yang kerisihan, umat Islam pun merasa ketakutan, bahkan seluruh jagad raya tak lagi menikmati kenyamanan.
Percaya atau tidak, FPI, IM, HT, NII dan yang sehaluan, sama-sama mengidamkan kalimat Allah menjadi yang tertinggi, dan kalimat orang-orang kafir menjadi yang terkubur. Akan tetapi bertahun-tahun lamanya kelompok-kelompok itu bertualang, tidak ada hasil yang semakin menjadi-jadi selain Islam menjadi agama yang tercemar. Islam tak lagi mengembara dengan hikmah serta mau’izah hasanahnya, akan tetapi Islam sudah ditenggelamkan dalam lautan darah yang dipenuhi ikan hiu, dan ikan-ikan hiu itu masih saja liar dan mengomandokan “Seek and Destroy” !! Semua makhluk yang kontra terhadap ikan-ikan hiu itu harus dibasmi dan dibunuh demi sebuah angan-angan hampa dan keotoriteran yang tak kenal batasnya. Hanya Allah yang Maha Tahu, semoga saja ini sekedar kesalahpahaman penulis tentang visi dan misi serta manhaj mereka.
Perbedaan persepsi tentang trik-trik mengubah kemungkaran sebagaimana yang dituntun Islam adalah sebab utama terjadinya goncangan tersebut. Namun meski perbedaan pola pikir itu sudah menjadi keniscayaan, maka perbedaan agama, aqidah dan kepercayaan pun lebih niscaya dan lumrah, sehingga tidaklah patut menerapkan pemaksaan kehendak di tengah-tengah masyarakat yang sedang memerlukan naungan. Terjadinya pengendoran aqidah pun janganlah dibalas dengan kekerasan, sebaiknya aqidah itulah yang dikukuhkan kembali dengan upaya yang lebih fairdan sportif. Akan lebih indah jika penyesatan itu musnah dengan sendirinya daripada diakhiri secara paksa, sebab pengakhiran secara paksa itu disamping berani menentang sunnah Tuhan, ia akan menghembuskan angin-angin permusuhan yang lebih sangar dan brutal dimasa mendatang.
Sebagaimana Rasulullah Saw. yang enggan menghancurkan patung-patung sesembahan jahiliyah, konsentrasi beliau saat itu hanyalah menanamkan tauhid dalam keyakinan para sahabat, sehingga patung-patung itu walau masih berdiri tegak mengelilingi ka’bah namun telah membangkai dengan sendirinya (tak ada satupun menyembahnya). Rasulullah Saw. tidak perlu membunuh para “penjahat”, beliau yakin bahwa membunuh “kejahatan”lah yang lebih tepat. Kita tidak perlu membunuh atau mengubur hidup-hidup “orang-orang kafir”, lebih indah bila “kekufuran” itulah yang disiksa mati-matian. Itulah rahasianya mengapa hati menjadi alat terkuat untuk mengubah kemungkaran dan bukan yang terlemah sebagaimana penafsiran banyak orang !!
Rasa cinta sesama muslim telah menjadi bagian yang amat signifikan dalam diri dan hati penulis. Tidak ada kata benci untuk siapapun yang berbeda dengan penulis. Dan memang tidak efektif apa yang penulis sampaikan dalam catatan ini. Hanya saja, pesan ikhlasku, marilah kita benahi kembali apa yang telah menjadi santapan sehari-hari, jikalau ada racun yang tersmbunyi, kita buang dengan senyum dan senang hati. Jikalau Roy salah, biarlah Muhammad yang memperbaiki, janganlah Roy disiksa sampai mati. Bila Roy ngeyel dan ngotot bela diri, pasrahlah kepada Ilahi Robbi, masih banyak yang perlu dan mau diobati. “Fa’in azamta fatawkkal alallah“. “Wama alaika illal-balagh“.
Jujur, penulis tidak kuat lagi melanjutkan catatan ini, perasaan ini sulit terungkap. Tanda tanya itupun sulit terjawab. Biarlah Sang Tuhan yang menjustifikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar