Senin, 16 Juli 2012

Kenangan Ziyarah ke Situ Lengkong Panjalu Bersama Romo Kiyai


Saat liburan setelah lebran saya dan Romo Kiyai Imam Muzani .B (alm) pergi ziarah Wali Songo bersama rombongan pengajian dr Jatijajar Kebumen.Jam 10 pagi kami berangkat dari Kebumen menggunakan bis ber-AC Efesiensi yang nyaman karena perjalan yang cukup jauh. Perjalanan tidak terjebak macet karena melalui lintas selatan. Perjalanan terasa sangat lama karena lokasinya yang cukup jauh tapi itu terbayarkan dengan beragamnya pemandangan yang saya lihat, mulai dari persawahan, laut, bukit, perkebunan, bendungan,dan lain-lain.

Sampai di Situ Lengkong sekitar pukul 14.30 sore. Terlihat dari parkiran mobil situ Lengkong yang sangat indah didampingi dengan hutan dan kabut yang sudah mulai menyapa. Sebelum pergi ke situ kami menyempatkan diri untuk shalat ashar di Mushola setelah itu kami berjalan menuju situ lengkong dijalanan yang menurun.

Saat sampai di Situ Lengkong kami ditawari menaiki perahu menuju pulau Nusa Gede yang berada ditengah danau. Saat menaiki perahu menuju pulau kita harus memutari danau sambil mendayung walau sudah ada pengitir airnya yang digenjot oleh tukang perahu. Disini perahu tidak boleh menggunakan mesin karena takut nanti air danau tercemar. Memang air danau sangat bersih, jernih dan dingin
Setelah memutari setengah danau kami sampai pada pintu gerbang pulau Nusa Gede. di Pintu
Pintu masuk ke pulau Nusa Gede

Pintu masuk ke pulau Nusa Ged, gerbangnya terdapat dua patung macan dan dua patung ular serta tulisan Jawa didinding pintu yang saya tidak mengerti apa artinya. Setelah itu kami menuju makam ditengah pulau. Jalannya bertangga-tangga karena kondisi tanah yang menaik. diekeliling jalan banyak pohon-pohon yang sangat lebat seperti hutan yang susah ditembus sehingga membuat perjalanan sangat sejuk. Suara kalong yang berisik menemani disepanjang perjalanan dan jika kita melihat keatas pohon maka akan banyak kalong yang sedang bergelantungan dipohon sambil mengeluarkan suara ada juga kalong yang sedang berterbangan. Sesampainya kami bersama rombongan di sambutan oleh penjaga makom tersebut ( kuncen) kemudian ia bercerita singkat tentang Prabu Borosngora.

Alkisah, Prabu Borosngora yang bertugas menjaga keamanan negara, dipanggil oleh ayahnya Sanghyang Prabu Cakra Dewa. Borosngora diutus untuk mencari ilmu yang lebih hebat dan lebih tinggi dari yang sudah dimilikinya. Ketika mengutus Borosngora, sang ayah menitipkan semacam gayung yang bolong di bagian dasarnya. "Jangan dulu pulang jika kamu belum bisa membawa air secanting penuh tanpa menumpahkan isinya," titah sang ayahanda Borosngora.

Meski sedih karena tugas ini terlalu berat dan nyaris mustahil, Borosngora menyanggupi permintaan ayahandanya. Ia kemudian menjelajah nusantara untuk mencari guru yang lebih luhur ilmunya dari dia, yaitu bila sudah bisa memberikan ilmu membawa air di dalam wadah yang bolong tanpa menumpahkan airnya.

"Untuk melihat tingkat kesaktian calon guru-gurunya, Borosngora sengaja mengajak mereka berduel satu lawan satu dan hasilnya Borosngora selalu menang. Akhirnya Borosngora mengembara ke Asia Barat melalui negara-negara India, Pakistan dan sebagainya hingga ia tiba di Padang Arafah Arab Saudi," ujar Atong.

Menurut Gus Dur, rute perjalanan Borosngora ini pernah diteliti oleh para ahli sejarah dan berdasarkan penelitian tersebut, ia memang pergi ke Padang Arafah di Arab Saudi. "Di sana, Borosngora bertemu Sayyidina Ali bin Abu Thalib yang merupakan khalifah Nabi Muhammad SAW yang juga berstatus menantu sekaligus sepupu Nabi. Borosngora kemudian dibawa ke Mekkah dan menjadi muslim," katanya.

Dalam penelitian tersebut, Borosngora hidup antara tahun 600-700 Masehi, sama dengan Sayyidina Ali bin Abu Thalib, jadi pertemuan mereka memang menurut Gus Dur, nyata terjadi. Setelah sekian lama berguru pada Sayyidina Ali ra, Borosngora diminta pulang ke negerinya, sebab Sayyidina Ali merasa ayah dan ibu Borosngora sudah merindukan anaknya. Borosngora sendiri menyatakan sudah ingin pulang, namun tidak berani bila belum bisa membawa air di dalam gayung yang bolong bagian dasarnya tersebut.

Dengan enteng Sayyidina Ali meminta agar Borosngora mengambil air zamzam sambil melafalkan doa. "Atas izin Tuhan, air tersebut tidak tumpah dan Borosngora bisa membawa air zamzam itu hingga tiba di Panjalu," katanya. Ia juga memberikan cenderamata berupa pedang dan jubah bagi Borosngora dengan amanat agar Borosngora menyiarkan agama Islam di Panjalu.

Setiba di Panjalu, ayah Borosngora sudah tidak lagi menjadi raja tapi sudah menjadi begawan, sementara kedudukan raja diberikan kepada kakak Borosngora, yaitu Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II. Ayah Borosngora yang memang menunggu-nunggu kehadiran anaknya ketika melihat anaknya sudah pulang dengan membawa air di dalam canting yang bolong tanpa menumpahkan airnya sedikit pun, kemudian mengatakan pada Borosngora untuk membuat danau di daerah Legok Jambu.

"Borosngora kemudian membendung kawasan Legok Jambu dengan batu yang sampai sekarang masih bisa dilihat susunannya yang berupa batu-batu hitam seperti batu yang terdapat di Candi Borobudur, air zamzam itu ditumpahkannya di Legok Jambu dan sekarang jadilah Situ (Danau) Lengkong," katanya.

Kemudian Borosngora membuat bendungan dan memindahkan kerajaan di tengah pulau yang berada dalam danau tersebut,sekaligus menyebarkan agama Islam. Setelah bisa membendung danau dan membuat kerajaan di dalam pulau, Borosngora kemudian diangkat jadi raja Panjalu . Kakak Borosngora, kemudian pindah ke Gunung Tampomas Sumedang dan memerintah di sana, dan sama dengan ayahnya yang bijaksana, raja Tampomas ini juga bergelar Siliwangi. Demikianlah sejarah singkat tentang prabu Borosngora yang tak pernah trpisahkan dari Situ lengkong. wallahu 'alam,,,

kemudian kami beserta rombongan pengajian berziarah dimakam tersebut doa bersama (tahlilan).
setelah selesai kami meneruskan perjalanan,nah di sana juga ada yang menjual air danau yang sudah disaring dan toko yang menjual buku tentang situ Lengkong saya pun membeli buku tersebut. Selanjutnya kami beserta rombongan pengajiankami kembali menuju pintu gerbang dan menaiki perahu dengan jalur yang berbeda saat pergi sehingga kami sudah memutari danau 1 putaran dalam pergi dan pulang.

Setelah selesai berperahu didanau kita dapat berbelanja oleh-oleh seperti baju, tas, kerajinan kayu atau bambu, sandal, obat tradisional, makanan dan lain-lain. Harga yang ditawarkan merupakan harga standar tapi jika bisa menawar akan mendapat harga yang lebih murah. Setelah berbelanja kita dapat makan diwarung dekat parkiran, harga makanan disini terhitung murah. saya makan nasi merah + ikan gurame + lalapan+sambel trasi sumedang yang berwarna kemerahan. Untuk mencegah masuk angin disini dijual bandrex dengan harga Rp.1500 - Rp.2000 rasanya sangat enak dan menghangatkan tubuh ditengah dinginnya danau lengkong. Ternyata merupakan obyek wisata yang sangat menarik sekali..manstabb bo!!

Setelah selesai kami kembali melanjutkan perjalanan menuju makam wali Sunan gunung Jati ( Syeikh Syarif Hidayatullah) di Cirebon ),,,
Selamat Jalan Romo Kiyai H.Imam Muzani Bunyamin, matur sembah nuwun...

referensi;
* buku sejarah Situlengkong Prabu Borosngora (kata pengantar KH.Abdurrahman Wahid)
* bincang santai bersama KH. Husni Hidayat ( sastrawan Indo di Mesir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar