Minggu, 22 Juli 2012

Mode Busana dalam Perspektif Islam


(Menolak Mentah-Mentah "Pakaian Islami") 
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmatNya yang telah menaungi seisi jagat raya "Inna rahmati wasi'at kulla syai'". Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan Baginda Nabi Muhammad Saw. yang telah dianugerahi rahmat spesial dari Allah Swt. "Yakhtasshu birahmatihi man yasya'". Amma ba'du...

Otobiografi Islam telah membuktikan kesederhanaannya disamping kesempurnaanya, namun belakangan ini umat Islam kesambet roh-roh kedunguan. Memang seharusnya ia tak sesial itu, tapi apalah daya, kebenaran dan kebathilan telah menjadi sepasang suami isteri yang tak kunjung cerai walau selalu tengkar siang dan malam. Islam begitu menghargai budaya dan menjunjung etika, sudah sepatutnya iapun dihormati para pemeluknya. Sayang, tak seindah yang dibayangkan, perlahan-lahan ia dipaksa untuk menuruti birahi manusia, karena manusia begitu egois dan sok mulia, ia gengsi untuk patuh sepenuhnya pada isyarat agama.

Entah mengapa, seseorang yang "muslim" dan seseorang yang "muslimah" harus diserupakan dengan ikan sarden! Ia harus dibungkus oleh kaleng resmi produk sendiri. Kaleng itu ada yang impor dari Saudi, ada juga yang karya dalam negri. Kaleng itu berupa jubah, tongkat dan serban, atau berupa baju koko, peci dan sarung. Kaleng buat ikan betina tentu berbeda dan tak kalah uniknya, ia berupa kain kafan yang gelap membungkus semua tubuh indahnya, atau berupa busana antik yang -dianggap- menghiasi kemuslimahan pemakainya.

Kaleng-kaleng itu dibayar kontan oleh para peserta konsuliasi umat. Mereka optimis bahwa kaleng-kaleng itu dapat menciptakan kolektifitas yang diidamkan. Kaleng-kaleng itupun diberi nama "Islami" dan selainnya -seolah- keluar dari kota suci Islam. Tanpa menentang taradisi dan budaya tiap-tiap suku dan bangsa, penulis sekedar meluncurkan sebuah tanda tanya, mengapa kehidupan beragama semakin membeku oleh tradisi budaya?! sehingga bad image nyaris teruntukkan bagi komunitas jelata yang mencoba hidup merdeka dalam kesehariannya. Alangkah naifnya bila santapan Islam yang begitu lezat dan bergizi itu tak lagi renyah dan sukar untuk dikunyah segenap penganutnya.

Berbicara soal pakaian dalam Islam, tidak perlu merujuk pada analisa yang sempit terhadap teks-teks agama. Hal itu mesti dikubur dalam-dalam untuk menjaga kemurnian Islam. Lahirnya pakaian-pakaian Islami merupakan akibat yang cukup fatal dari kebodohan sekaligus pembodohan tersebut. Jelas-jelas istilah pakaian Islami adalah bid'ah yang tidak diperlukan umat, karena Islam tidak pernah membuat sebuah seragam bagi para pemeluknya, Islam bukan pondok pesantren, partai politik atau sejenisnya, melainkan Islam telah menganugerahi kebebasan mutlak bagi umat dalam berpakaian, selama tidak melewati tiga batas yang sudah digariskan :
1. Tidak membuka aurat,
2. Tidak menampakkan kulit (transparan), dan
3. Tidak membentuk tubuh (ketat).
Tanpa melanggar tiga poin di atas, maka silahkan saja pakai apapun jenis 
pakaian itu dan anda tetap muslim / muslimah (kecuali kain sutera, haram bagi laki-laki saja).

Islam juga tidak lupa menganjurkan untuk berpakaian bersih dan rapi, enak dipandang mata dan sebaiknya mengikut tradisi lingkungan sekitar. Persis sebagaimana Rasul Saw. yang memakai jubah bukan karena jubah tersebut merupakan pakaian yang Islami, akan tetapi karena beliau harus menjalani adat yang sudah membudaya di sekitarnya. Kalau memang jubah dikatakan pakaian Islami, lalu mengapa Abu Jahal juga memakainya?! Jubah itu sebatas pakian orang Arab, dan karena Rasulullah diutus di Arab, maka beliau pun memakai pakaian orang Arab. Seorang muslim yang cerdas bila bermaksud mengikuti jejak Rasul, ia tidak akan memakai jubah, justru ia akan memakai pakaian kampungnya, sebagaimana Rasul dulu memakai pakaian kabilahnya. Dari itu para kiyai Indonesia yang memakai jubah dan serban justru dipertanyakan keikutannya kepada sunnah Rasul sekaligus ke-Indonesia-annya !!

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Orang alim yang memakai pakaian orang jahil lebih baik dari orang jahil yang memakai pakaian orang alim". Mengapa pelepasan peci dijadikan aib? sementara terbungkusnya akal dan hati oleh kesempitan dan kekolotan tidak dianggap aib?! Nasehat para pendahulu kita adalah "Jangan tertipu oleh kemasan". Sayangnya, kita masih saja tertipu, bahkan kini, kita lah yang menipu dunia dengan kemasan kita !!

Penulis tidak melempar kritik sedikitpun atas jubah, serban, baju koko, peci, sarung dan yang senilai dengannya. Namun penulis hanya bermaksud sekiranya jenis-jenis pakaian itu tidak perlu di-Islami-kan secara berlebihan. Komunitas muslim yang tidak memakainya janganlah dicela dan disisihkan, karena hal itu akan membodohkan orang awam sekaligus menyempitkan asumsi dan respon mereka terhadap wawasan keislaman dari segala sisinya, sekali lagi, dari segala sisinya. Wala haula wala quwwata illa billah.

Cadar, Sehelai Kain Yang Tak Relevan.
Bukan saatnya lagi memperdebatkan hukum memakai cadar bagi wanita muslimah. Sudah disepakati jumhur ulama' bahwa cadar tidak wajib dipakai. Wajah wanita tidaklah aurat, begitu juga tangannya, demikian pula suaranya. Dalam shalat yang merupakan tiang agama, wanita tidak diharuskan memakai cadar. Bahkan dalam ibadah haji, justru diharamkan bagi wanita memakai cadar dan sarung tangan. Padahal, ketika haji dilaksanakan, percampuran laki-laki dan perempuan terjadi secara besar-besaran dan di lokasi yang amat sempit. Bagi mereka yang bercadar dengan alasan mencegah fitnah dan godaan laki-laki, bukankah dalam ibadah haji fitnah dan godaan itu lebih dikuatirkan?!

Di sisi yang lain, kalau memang cadar dipakai untuk mencegah fitnah dan godaan laki-laki iseng, maka kaum laki-laki sebetulnya lebih pantas memakai cadar. Al-Qur'an menceritakan Siti Zulaikha yang terus-menerus menggoda Nabi Yusuf dan sejumlah wanita yang memotong tangannya -tanpa sadar- saat melihat wajah ganteng beliau. Tidak ada perintah ataupun sebatas anjuran bagi Nabi Yusuf untuk memakai cadar!! Dan di akhir zaman ini wanita lebih banyak dan lebih iseng terhadap laki-laki. Tidak ada satupun laki-laki yang perlu pakai cadar!!

Terdapat beberapa kritikan, asumsi dan tanda tanya lain yang cukup menarik dari pihak laki-laki tentang cadar, di antaranya apakah wanita yang bercadar su'uzzon sejauh itu terhadap laki-laki di sekitarnya sehingga mamakai cadar?!

Di tempat lain akan ditemukan pula sejumlah laki-laki mengeluh karena hendak menikah dan melakukan khithbah atau mukadimah khithbah, namun kesulitan sekali sebab mayoritas wanita di hadapannya bercadar!! atau mungkin saja wanita yang dicarinya kebetulan bercadar!! Karena dalam mazhab Syafi'i disyariatkannya mukadimah khithbah agar tidak mengecewakan kaum hawa, maka cadar adalah salah satu penghalang terjadinya mukadimah khithbah dan salah satu sebab yang dapat mengecewakan kaum wanita.

Apapun asumsi orang, cadar tetaplah kain yang tidak dianjurkan (tidak diwajibkan) Islam. Cadar tetaplah kain yang dilarang (diharamkan) Islam di saat pelaksanaan upacara ritual yang paling riskan (haji)! Semoga dapat menjadi bahan renungan.

".Esensi dan Urgensi "
Allah Swt. berfirman dalam surat al-A'raf ayat 26: "Hai anak Adam , sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik". Pakaian takwa dalam ayat di atas telah ditafsirkan Saidina Ibnu Abbas Ra. dengan perkataannya: "Pakaian takwa adalah perbuatan yang mulia". Adapun Syekh Ma'bad al-Juhani mengatakan: "Pakaian takwa adalah rasa malu".

Sebagiamana pakaian menutupi aurat tubuh manusia sekaligus menghiasinya, maka takwa adalah seindah-indah pakaian yang menutupi aurat hati dan menghiasinya. Sehingga aurat zahir dan batin sama-sama terhindar dari tabarruj, dimana tabarruj adalah menampakkan hiasan untuk mengundang kekejian. Artinya, apabila hiasan itu hanyalah perhiasan dan tidak bertujuan maksiat, maka tidak dinamakan tabarruj.

Dalam ayat di atas juga ditegaskan bahwa ketakwaan hati adalah lebih urgen dan lebih baik dari sekedar pakaian / kemasan tubuh. Sungguh, zaman sekarang tidak jarang wanita berjilbab bahkan bercadar, tapi perangainya bejat, hati dan akalnya pun kotor. Allah Swt. berfirman: "Berbekallah! Sesungguhnya sebaik-baik bekal untukmu adalah takwa".

Bersambung

Mode Busana dalam Perspektif Islam 2.

Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar