Minggu, 22 Juli 2012

Harus Belajar dari Gus Dur

Harus Belajar dari Gus Dur

MENDIANG Abdurrahman Wahid banyak memberikan contoh bagaimana menjaga relasi yang baik dengan sejumlah lawan politik yang pernah dihadapi. Konfrontasi dengan sejumlah tokoh sering terlihat pada sejarah perjalanan hidup Gus Dur--sapaan akrab presiden keempat Indonesia itu.

Gus Dur menjadi presiden pasca-Reformasi. Naiknya Gus Dur menjadi presiden didukung penuh Amien Rais yang pada 1999 dianggap sebagai lokomotif poros tengah. Gus Dur mengalahkan Megawati yang akhirnya menjadi wakil presidennya. Perjalanan Gus Dur menjadi presiden tercatat tidak mulus.

Pada tahun kedua, MPR yang dikomando Amien Rais sebagai ketuanya melengserkan Gus Dur dari kursi presiden dengan jalan sidang istimewa DPR. Amien bersama Akbar Tandjung yang saat itu menjadi ketua DPR adalah dua tokoh yang berperan besar menggulingkan Gus Dur. Akibat impeachment tersebut Megawati akhirnya menduduki kursi presiden menggusur Gus Dur.

Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan tidak bisa menjalankan perintah Gus Dur yang mengeluarkan dekrit presiden. Secara logika sederhana, Amien, Megawati, Akbar dan SBY bisa dengan mudah disebutkan sebagai "lawan politik" Gus Dur. Karena dengan posisi mereka kala itu memberikan sumbangan yang besar bagi kejatuhan Gus Dur.

Namun rupanya bagi Gus Dur tidak ada dendam yang berlaku dan layak untuk dilanggengkan. Ketegangan bisa tercairkan jika untuk masalah-masalah bangsa. Semua orang yang sebelumnya menjadi lawan politik Gus Dur cukuplah terjadi pada peristiwa tertentu, namun pada kesempatan dan permasalahan lain mereka bisa menjadi sahabat. Sementara itu untuk masalah pribadi tidak ada musuh menurut Gus Dur.

Dengan Amien yang seharusnya menjadi musuh terbesarnya, Gus Dur setelah lengser malah terlihat mesra dalam sejumlah forum. Walaupun sering berseberangan pendapat Gus Dur dalam perjalanan hidupnya pasca pelengseran tetap tidak memendam dendam pribadi. Dalam sejumlah forum dua tokoh yang pernah menjabat pimpinan tertinggi dua ormas Islam terbesar di Indonesia ini tetap saling melempar sapa dan senyum.

Begitu juga dengan Akbar pun Gus Dur tidak pernah memendam dendam walaupun Akbar adalah aktor yang berupaya melengserkannya. Karena itu, Akbar pun sangat hormat kepada mantan Ketua PBNU tersebut. Pada acara peluncuran situs www.bangakbar.com di Jakarta pada 2008, Gus Dur juga turut memberikan sambutan hangat.

Walaupun dengan keterbatasan yang ada, Gus Dur tetap hadir dan mengapresiasi situs pribadi politikus Golkar tersebut. Sebagai seorang negarawan, Gus Dur selalu memperhatikan bangsanya. Jika tidak ada yang berkenan dia akan nyaring menyuarakan kritikan. Termasuk kritikan pada pemerintahan SBY. Salah satu kebijakan yang dikritiknya adalah kebijakan pencabutan subsidi BBM yang akan menyebabkan naiknya harga BBM.

Pada Agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama dengan Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung, dan Megawati. Koalisi ini melakukan kritik. Terbukti Gus Dur tidak memperlihatkan permusuhan kepada Akbar Tandjung atau Megawati yang sebenarnya pernah berperan besar menjatuhkannya.

Baginya jika ada ide yang bisa diusung bersama, maka ide itulah yang menyatukan mereka sehingga Gus Dur tidak membedakan dan melupakan "dosa" yang pernah dilakukan Akbar dan Megawati tersebut. Walaupun Gus Dur sering mengkritik SBY dengan keras, bukan berarti secara personal Gus Dur pernah membenci SBY. Hal ini dicontohkan Gus Dur yang menjadi mantan presiden yang sering menghadiri upacara 17 Agustus di Istana Merdeka.

Bahkan Gus Dur dan istrinya Sinta Nuriyah yang sama-sama menggunakan kursi roda datang pada acara open house yang diadakan SBY pada saat Lebaran. Langkah keakraban Gus Dur ini juga dibalas SBY, salah satunya adalah dengan menjadi saksi nikah putri Gus Dur Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid. Dengan Megawati pun yang menurut sejumlah orang "menusuk" dari belakang pada saat pelengseran, Gus Dur tetap memperlihatkan tidak ada permasalahan yang dihadapi.

Sikap kenegarawanan Gus Dur ini tentu akan sulit dilakukan orang lain jika masih memikirkan ego pribadi tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas. Memberikan maaf ataupun apresiasi bagi orang biasa akan sulit dilakukan kepada orang lain yang pernah menjadi musuh. Namun hal ini tidak berlaku bagi Gus Dur. (abdul malik/islahuddin)

Sumber tulisan: Koran Seputar Indonesia Sabtu, 5/6/2010 (baca)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar